Father

by - Februari 03, 2016

kehilangan orangtua memanglah sungguh tidak enak, malah cenderung seperti menderita. awalnya saya mengira semua ini, seluruh kesedihan ini akan berakhir begitu saja beberapa tahun kemudian setelah di tinggal Almarhum Bapak saya 8 tahun yang lalu. tapi ternyata tidak, efeknya seperti semakin membayangi saat saya benar benar mau beranjak dewasa dan belajar bergelut dengan kehidupan yang sebenarnya..

bagian yang paling membuat saya menderita adalah tidak ada peran Bapak untuk mengadukan segala permasalahan yang terjadi. saya hanya punya satu adik, namun ada saja yang sepertinya yang ingin selalu menyingkir nyingkirkan kami mentang-mentang kami sudah tidak punya figur Bapak untuk untuk mengadu, untuk melingdungi atau hanya sekedar untuk membuat rasa aman dari orang lain.

terkadang saya berfikir.. ya Allah, seandainya saja saya masih punya Bapak mungkin kehidupan saya dan Adik saya akan lebih baik. saya tidak menyalahkan takdir Allah, saya hanya merasa sangat-sangat kecil dan tidak berdaya. saya dilahirkan sebagai anak pertama namun hingga detik ini pun saya merasa gagal dan belum bisa berbuat apa apa untuk keluarga kecil saya.

sekitar beberapa tahun yang lalu, Bibi saya (Adik kandung Almarhum Bapak) akan berangkat Umroh pan pengennya adik-adik beserta saudara dari kampung hadir dan mengantar sampai Airport. namun karena banyak yang ikut akhirnya mobilnya pun penuh sesak. akhirnya adik saya mengalah dan berangkat sendiri naik kereta. dan pulangnya, mobil kembali penuh dan sesak. Adik saya terus di bujuk untuk ikut mobil dan duduk seadanya di dalam mobil namun menolak dan memilih pulang sendirian naik kereta. saya ingin sekali pulang naik kereta bareng adik saya, namun adik saya menolak dengan alasan khawatir dan supaya saya lebih aman pulang dengan orang-orang lain.

adik saya berjalan sendirian keluar dari rumah Bibi saya dengan memakai topi dan membawa tas ransel, ia menyusuri jalanan jakarta sendirian. melihat ia berjalan dari belakang membuat hati saya sangat sakit seperti punya firasat buruk yang akan terjadi dan juga dengan kejadian ini saya merasa begitu kesepian, begitu merasa terasing. padahal sedang berada di keluarga Almarhum Bapak sendiri, tapi saya merasa seperti berada dengan orang-orang asing.

yang membuat saya sangat begitu sedih, semua orang di dalam mobil yang sebenarnya masih saudara kami terus membicarakan hal hal jelek tentang Adik saya yang di bilang tidak mau di atur, suka seenaknya sendiri, lebih suka kelayaban sendiri dan lain lain.. itu semua di katakan di depan kuping saya sendiri dan membuat saya sedih, padahal Adik saya ingin mengalah karena mobilnya penuh.
sesampainya pulang dan berada di Cirebon. mobilnya pun di tilang karena kelebihan muatan penumpang. (saya sampai geleng-geleng. dan bergumam "betul kan atas sikap yang adik saya ambil?")
namun ada seorang dari di dalam mobil yang malah menyalahkan saya dari kejadian tersebut dengan alasan saya tidak memakai sabuk pengaman dengan baik. padahal jelas jelas alasan di tilang karena kelebihan muatan dan polisi lalu lintas sama sekali tidak menanyakan atau mempersoalkan tentang sabuk pengaman.

sesampainya di rumah saya masuk kamar dan termenung sendiri, saya langsung menangis seperti anak kecil yang merindukan Bapaknya, mungkin saya memang terlalu cengeng atau sentimental. namun, saya tidak bisa membohongi perasaan saya pada saat itu yang tersadar bahwa sedewasa apapun saya, saya akan terus membutuhkan perlindungan Bapak saya.

****************
sekitar bulan Desember 2013 akhirnya saya wisuda, akhirnya saya berhasil memenuhi salah satu keinginan Bapak yaitu dengan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. namun masalahnya adalah ketika saya selesai kuliah, kemudian saya ini mau jadi apa? saya termasuk mahasiswi dengan kemampuan rata-rata. tidak punya jiwa wirausaha, tidak punya penampilan yang menarik yang menjadi faktor utama meraih pekerjaan, tidak punya kepribadian yang ramah karena saya cenderung introvert dan pemikir. saya juga berasal dari keluarga biasa saja, tidak punya channel orang tententu yang memudahkan untuk memperoleh koneksi dalam mencari pekerjaan.

disaat itu, saya benar benar merasa menjadi pecundang yang sama sekali tidak bisa di andalkan. berbulan bulan saya menganggur sedangkan teman teman saya sudah pada berhasil memiliki pekerjaan. yang saya lakukan hanyalah melihat lowongan pekerjaan di koran, di internet, di grup sosial media, di papan-papan perkantoran. saya kesana kemari di antar Adik saya ke kantor pos untuk mengirim lamaran, Adik saya juga mengantar saya kesana kemari mencari alamat satu-satu yang cukup jauh untuk mengirim lamaran ke kantor-kantor namun hasilnya Nihil!

tanpa rasa malu, saya akui dari bulan seusai wisuda sampai 8 bulan saya mengganggur. hidup tanpa rencana apapun. hanya mengandalkan kemampuan seadanya. lagipula mencari pekerjaan di kampung memang susah, beda saja kalau saya ini sudah hidup di kota besar. penantian akhirnya berakhir, mungkin sudah rejekinya sayapun akhirnya mendapat pekerjaan juga. walaupun terkadang saya selalu mengeluh, saya seperti terjebak dengan kota kecil ini seumur hidup saya. tidak pernah saya coba untuk bekerja di luar kota atau punya pengalaman hidup di tempat asing. selang beberapa bulan saya mendapat partner kerja perempuan, hingga akhirnya semakin lama kita kian semakin dekat dan mulai bercerita tentang kehidupan masing-masing. hal yang paling membuat saya terkejut adalah ketika teman saya itu bilang "saya dulu kenal dengan Almarhum Bapak kamu ci, dulu saya pernah di carikan pekerjaan di Jakarta, Bapak kamu tu ya kalau saya mau pulang kampung saat lebaran-pun benar-benar di carikan Travel supaya saya benar benar sampai rumah"
dan itu benar benar membuat saya tertegun, jika saya masih punya Bapak mungkin saya tidak akan susah payah mencari pekerjaan. Bapak saya orangnya punya wawasan dan pergaulan yang luas, meskipun Bapak mungkin bukan orang yang punya pendidikan tinggi dan bukan pula orang yang punya banyak koneksi dengan orang-orang tinggi. 
dengan kenyataan tersebut saya begitu kesal dengan melihat banyak orang-orang di sekitar saya yang jelas-jelas masih punya orang tua, dan orang tua mereka begitu mendukung dan membantu untuk membantu masa depan mereka namun mereka tidak terlalu menghargai dan masih hidup dengan malas malasan. ada yang membantu memberi modal usaha, ada yang menyuruh untuk mewarisi usaha orang tua, ada yang menyuruh untuk sekedar bantu-bantu usaha orangtua, ada yang memberikan jalan untuk bisa bekerja disana sini.. saya begitu iri, namun saya tidak menyalahkan takdir. pasti semua orang punya takdir sendiri. seenggaknya dari dulu saya punya sesuatu yang bisa di banggakan yaitu kemandirian.

kalau saya pikir-pikir, sebenarnya kalau Bapak saya masih ada. mugkin beliau juga akan kecewa dengan keadaan saya yang sekarang yang masih belum bisa di banggakan. dari dulu Bapak selalu mendidik saya sama, tidak peduli laki-laki atau perempuan semua sama harus punya pendidikan tinggi, harus punya mental pekerja keras dan tidak boleh menjadi manusia malas.

namun, saya masih jauh sekali dari harapan Bapak. saya akan selalu menjadi gadis penakut yang tidak bisa di andalkan.. saya tidak akan pernah menjadi orang yang benar-benar mandiri. saya akan terus mengharapkan pertolongan dan perlindungan orang lain. bahkan, untuk saat ini saya juga masih berharap kalau Bapak masih ada untuk menolong segala kesulitan saya..

You May Also Like

0 comments